Seiring dengan perkembangan zaman, fenomena ibu bekerja sudah merupakan suatu hal yang biasa. Hal ini bisa ditunjukkan dengan jumlah perempuan bekerja di Indonesia yang stabil di kisaran 19% mulai tahun 2010 hingga 2013. Meski demikian, keterlibatan ibu dalam dunia kerja dapat bernilai positif maupun negatif karena sebagian besar ibu yang bekerja tetap mengalami konflik dalam mencapai keseimbangan kerja-keluarga.
Hal itu mengemuka dari hasil penelitian mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi, Fakultas Psikologi UGM, Arri Handayani, yang meneliti model keseimbangan kerja-keluarga pada ibu bekerja yang disampaikan pada ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Psikologi UGM, Senin (23/1). Penelitian ini dilakukan dengan menyurvei 312 ibu yang bekerja di kota Semarang dengan teknik pengambilan sampel multistage cluster random sampling.
Hasil penelitian Arri Handayani ini menegaskan tentang dukungan suami dan komitmen peran yang mempunyai efek langsung terhadap keseimbangan kerja-keluarga. Namun, berhasil atau tidaknya seorang ibu bekerja dalam mencapai keseimbangan kerja-keluarga dipengaruhi faktor internal maupun eksternal baik dari dalam keluarga maupun organisisasi. Menurutnya, dukungan suami, orientasi peran gender, otonomi kerja, tahap perkembangan keluarga, dan komitmen peran secara bersama-sama memengaruhi keseimbangan kerja-keluarga. “Faktor utama yang memengaruhi keseimbangan kerja-keluarga adalah komitmen peran dan dukungan suami,” kata dosen di Fakultas Ilmu Pendidikan, Prodi Bimbingan dan Konseling, Universitas PGRI Semarang tersebut.
Temuan lain yang menarik dari penelitian ini adalah dukungan suami tidak semata-mata berupa bantuan nyata untuk mengatasi masalah, akan tetapi berupa dukungan emosi berupa saran ataupun empati suami terhadap istri yang dianggap sudah mampu melegakan beban istri.
Namun yang tidak kalah pentingnya, kekuatan personal berupa komitmen peran berpengaruh penting dalam mencapai keseimbanagan kerja-keluarga. Ketika ibu terus berusaha melalukan yang terbaik untuk peran publik maupun domestik serta mengutamakan pekerjaan dan keluarga dibanding yang lain maka akan tercapai keseimbangan kerja-keluarga. “Dukungan suami setidaknya dengan adanya dukungan emosi, seperti empati terhadap istri, memberikan saran atau nasihat akan cukup berarti bagi ibu bekerja,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
sumber: ugm.ac.id