Fakher Nabeel Mohammad Khalili, mahasiswa S3 Fakultas Psikologi UGM asal Palestina telah resmi menjadi doktor UGM ke-2105 (9/12/13). Pria kelahiran Lebanon 35 tahun yang lalu ini menempuh program doktoralnya selama 3 tahun 4 bulan dengan indeks prestasi empat (4) dan berpredikat cumlaude. Fakher mengusung penelitian “cultural dimensions and marital relationship” sebagai judul disertasi. Tim penguji disertasinya pada ujian terbuka terdiri dari Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D., selaku ketua; Prof. Dr. Sofia Retnowati selaku promotor; Subandi, MA., Ph.D dan Prof. Kwartarini W.Y., Ph.D., selaku ko-promotor; serta Prof. Dr. Tina Afiatin, M.Si., Dr. Nuryati Atamimi, S.U., Dr. Tjipto Susana, M.Si dan Rahmat Hidayat, M.Sc., Ph.D., selaku anggota tim penguji.
Fakher meneliti dimensi budaya dan hubungan pernikahan dengan tujuan utama menguji peran dimensi budaya pada persepsi pernikahan yaitu kepuasan dan komitmen dalam konteks pasangan Jawa dan Palestina. Ia mengumpulkan data melalui kuisioner online dan wawancara dengan melibatkan 249 orang Jawa dan 354 orang Palestina. Kriteria subjek dari kedua budaya tersebut diantaranya pasangan yang tidak pernah menikah, bercerai, atau janda sebelum pernikahan tersebut, dan mereka yang berasal dari pernikahan monogami; pasangan muslim yang setidaknya memiliki satu anak; sampel orang Jawa adalah orang Jawa yang tinggal di Yogyakarta sedangkan sampel Palestina berasal dari Tepi Barat.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi orang Jawa dan Palestina, penghindaran ketidakpastian memiliki efek penghambat pada kepuasan pernikahan. Selain itu, cinta pertemanan lebih umum dalam budaya kolektif seperti budaya Jawa dan Arab, yang pada gilirannya mendukung kepuasan pernikahan, karena budaya ini menghargai harmonisme interpersonal, menghormati senioritas, dedikasi untuk pasangan dan keluarga”, papar dosen Department of Psychology An-Najah National University. Lebih lanjut ia mengemukakan hal yang berbeda yaitu pada komitmen pernikahan. Kolektivisme di budaya Jawa belum berdampak pada komitmen pernikahan, sedangkan kolektivisme di Palestina berdampak pada komitmen pernikahan. Akibatnya, pernikahan Palestina jarang sekali sampai hancur walaupun tingkat kepuasaan pasangan sangat rendah.
Fakher lantas memberikan rekomendasi pada konselor atau terapis keluarga pada kedua budaya tersebut. Dalam konteks Jawa, klien diminta untuk membangun rasa kesetaraan dan orientasi masa depan atara suami istri dengan menekankan pada pemerataan tanggungjawab dan pada masa depan hubungan suami istri bukan pada masa lalu. Sedangkan dalam konteks Palestina, klien lebih diserukan untuk membangun kesetaraan, gaya hidup tersetruktur, harapan yang disampaikan secara jelas, rasa ketahanan antara suami istri dengan menekankan pada pemerataan tanggungjawab dan kesepakatan yang jelas antara keduanya, dan mengelola stres.
Ujian terbuka Fakher di ruang auditorium Fakultas Psikologi UGM. Fariz Mehdawi selaku duta besar Palestina turut menghadiri acara tersebut. Meskipun keluarga Fakher dari Palestina tidak dapat hadir, namun kolega-kolega dari jazirah Arab dan Afrika yang ada di Indonesia datang memberikan ucapan selamat. Ia pun menerima 99 rangkaian bunga dari mahasiswa Fakultas Psikologi UGM. Fakher mendapat sponsor dari pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan program doktor di UGM, dan menjadi orang Palestina pertama yang dari lulus dari Fakultas Psikologi UGM. Selamat dan sukses.